Judul buku: Paris Letters
Pengarang: Janice Macleod
Halaman: 305
Penerbit: Kompas Gramedia
Well, membuka halaman pertama saya bingung, ini novel kan? Tapi kok nama tokohnya sama seperti pengarangnya. Dan novel ini jauh dari yang saya harapkan. Saya kira novel ini seperti cerita-cerita chicklit atau metropop sejenis karangan Sophie Kinsela, tapi kecewa karena buku ini bercerita pengalaman hidup si Janice saja.
Janice diceritakan sebagai seorang penulis naskah iklan yang cukup mapan. Namun merasa jenuh dan kesal, terutama karena sulitnya meminta izin cuti.
Di Bab ke-2, diceritakan bahwa ia selalu mengeluh dengan kesehariannya, bekerja dan bekerja (ini saya banget).
Dalam kejenuhan itu, Janice membiasakan diri menulis buku harian setiap hari setidaknya 3 lembar. Awalnya buku harian itu menulis keluhan-keluhan pekerjaan, hingga akhirnya timbul pertanyaan berapa uang yang harus di tabung untuk dapat berhenti kerja dan jalan-jalan ke Eropa. Di buku inilah Janice menginspirasi bahwa menulis bisa memberikan jawaban atas masalah-masalah yang kita miliki...
Dan Janice pun memulai menabung, mengurangi makan di luar, membuang atau menjual barang dan pakaian lama. Hingga pada akhirnya tercapailah keinginannya berhenti kerja dan jalan-jalan ke Eropa.
Di Paris dia bertemu dengan penjual daging tampan, tapi sayangnya tidak bisa bahasa inggris. Namun kisah romantis mereka tetap bergulir meski terkendala bahasa (katanya sih justru enak, jadi klo kesel ngomel-ngomel sendiri tapi pasangannya gak ngerti... haha).
Dan begitulah kisah bergulir. Si Janice pun mempunyai ide untuk menghidupi diri dengan menulis surat pribadi dengan lukisan sudut-sudut kota Paris yang dia jual melalui E-Bay (jujur saya gak punya bayangan kaya apa ini? apa kaya kartu pos gitu kah...).
Kelebihan novel ini sih penggambaran kota Paris yang begitu indah. Saya jadi pengen kesana, padahal selama ini saya dengernya Paris biasa-biasa aja, banyak copet, dll yang negatif, tapi si Janice cukup membuat saya kepengen merasakan kedamaian yang dia gambarkan, seperti berjalan-jalan diantar taman-taman dan melihat pemusik jalanan memainkan musik.
Dan lagi Janice memberikan motivasi dalam menulis buku harian, bahkan di halaman 284 dia bilang "Menulislah untuk mempelajari hal-hal yang kau ketahui". Yah kadang memang segala yang kita keluhkan, sebenarnya kita sudah punya solusi untuk menghadapinya.
Memang perjuangan sekali menghabiskan buku ini. 1 bulan saya membacanya, bahkan sempat saya seling dengan buku Agatha Christie. Maklum saya terbiasa membaca buku yang ada konfliknya. Nah buku ini sepertinya datar-datar saja. Bikin bosen tengah jalan. Tapi poin utama yang buat saya bisa menyelesaikan apalagi kalau bukan penggambaran kota Paris nan indah.
Overall saya cukup suka (apalagi covernya bagus banget) dan saya kasih bintang 3 dari 5 untuk novel ini...
terima kasih... saya akan berkunjung ke tulisan itu...
BalasHapus